Kamis, 21 Juni 2012

UPAYA MENGATASI LAMBATNYA BONGKAR MUAT FELDSPAR CURAH DI ATAS KAPAL MV. JADE


UPAYA MENGATASI LAMBATNYA BONGKAR MUAT FELDSPAR CURAH DI ATAS KAPAL MV. JADE

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca untuk dapat menambah efisiensi dan keamanan barang yang menggunakan transportasi laut.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 
1.Dosen pengajar metodologi penelitian.
2.Rekan-rekan angkatan 49
Semoga Allah SWT, memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat diharapkan oleh penulis. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten. Amin. 
                                                                                                            Semarang, juni 2012




                                                                                                                        Penulis









DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................. 3
BAB I PENBDAHULUAN
A.      Latar belakang masalah................................................................................................... 4
B.      Rumusan masalah .......................................................................................................... 4
C.      Tujuan penelitian........................................................................................................... 5
D.      Lingkup bahasan............................................................................................................. 5
E.       Metodologi penelitian.................................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI
A.      Proses sandar kapal belum tepat waktu.......................................................................... 6
B.      Kurangnya koordinasi dalam proses pembongkaran muatan feldspar curah..................... 6
C.      Tidak adanya ship crane.................................................................................................. 7
D.      Buka tutup palkah harus satu persatu ............................................................................. 7
E.       Sarana pengangkut yang kurang efektif dan kendala kemacetan..................................... 7
BAB III PEMBAHASAN
A.      Identifikasi masalah........................................................................................................ 8
B.      Tinjauan teoritis............................................................................................................. 10
C.      Analisis pemecahan masalah secara teoritis..................................................................... 11
BAB IV PENUTUP
A.      Kesimpulan.................................................................................................................... 14
B.      Saran............................................................................................................................. 14
C.      Lampiran........................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 16


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Kapal laut adalah sarana angkutan laut yang sampai saat ini masih dianggap lebih efisien dan ekonomis di dalam pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu negara ke negara lain karena kemampuan memuatnya yang besar yang belum dimiliki oleh moda transportasi yang lain. Dalam perkembangannya kapal laut dapat dibedakan menurut typenya atau menurut jenis muatan yang diangkutnya, salah satunya adalah kapal curah atau Bulkcarrier, yaitu kapal khusus yang dirancang untuk mengangkut muatan curah, misalnya : feldspar, jagung, gandum, batubara, beras, biji-biji besi, makanan ternak dan lain sebagainya.
Proses pembongkaran muatan curah khususnya feldspar, sering mengalami keterlambatan, hal ini akan menurunkan efektifitas kerja sehinggga menimbulkan kerugian baik waktu maupun materi. Keadaan ini sering terjadi dan dialami oleh karyawan ketika bekerja di atas kapal MV. JADE.
Penulis mengambil judul dalam makalah ini adalah : “ UPAYA MENGATASI LAMBATNYA BONGKAR MUAT FELDSPAR CURAH DI ATAS
KAPAL MV.JADE “.


B.   Perumusan masalah
Di beberapa negara, Feldspar merupakan sebuah hasil pemasukan devisa yang besar untuk ekspor ke luar negeri. Cina adalah salah satu negara pengekspor felsdpar terbesar di dunia.
Dalam makalah ini penulis akan menguraikan proses pembongkaran felsdpar di Kapal MV.JADE dengan beberapa permasalahan yang menyebabkan keterlambatan proses pembongkaran dan penanggulangan keterlambatan tersebut. Informasi yang akan disampaikan dalam makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengatasi jika terjadi permasalahan yang sama yang terjadi di kapal curah lain. Harapan penulis jika informasi dalam memecahan permasalahan keterlambatan pembongkaran muatan feldspar curah dapat segera dilakukan maka proses pembongkaran akan berjalan lancar dan teratur sesuai yang diharapkan sehingga akan terhindar dari kerugian-kerugian yang mungkin terjadi.



C.   Tujuan penelitian
Tujuan penulisan makalah ini adalah selain sebagai TUGAS MANDIRI juga merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan wawasan yang berkemampuan secara ilmiah dan profesional.
Manfaat penulisan makalah ini terhadap kepentingan dunia akademik antara lain adalah dengan mengetahui strategi pemecahan masalah keterlambatan pembongkaran feldspar curah di kapal curah diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang teori operasi manajemen pembongkaran di kapal curah.
Manfaat penulisan makalah ini terhadap dunia praktisi antara lain adalah dapat memberikan informasi pada orang-orang atau pekerja kapal curah agar apabila hal-hal yang tidak diinginkan terutama lambatnya proses pembongkaran feldspar pada kapal curah yang bersifat merugikan terjadi, maka dapat dihindari seminimal mungkin atau dikurangi kerugiannya. Diharapkan juga agar informasi ini akan menambah kelancaraan dan berjalan dengan baiknya proses pembongkaran muatan felsdpar pada kapal
curah.

D.   Lingkup bahasan
Mengingat pengertian yang terkandung dalam judul makalah ini masih luas dan karena keterbatasan waktu yang tersedia dalam pembuatan makalah ini, maka penulis membatasi penjabaran makalah ini pada faktor-faktor penyebab keterlambatan proses pembongkaran muatan feldspar curah di kapal MV. JADE, dan cara mengatasinya. Faktor-faktor penyebabnya antara lain yaitu proses sandar kapal yang belum tepat waktu, kurangnya koordinasi dalam proses pembongkaran muatan, tidak adanya ship crane atau keran kapal , proses buka tutup palkah harus satu persatu dan sarana angkut yang kurang efektif dan kendala kemacetan lalu lintas.

E.   Metodologi penelitian
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis memperoleh data dengan mengumpulkan data-data yang dilakukan dengan cara :
1.      Metode pengumpulan data
a)    Riset kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan melalui sumber kepustakaan untuk membangun kerangka teoritis sumber-sumber kepustakaan berupa buku-buku teks
b)    Metode analisis data yaitu metode yang di gunakan untuk memecahkan persoalan mengenai faktor-faktoryang mempengaruhi kelencaran penanganan muatan ekspor menggunakan metode deskripotif kualitatif.
Metode deskriptif kualitatif dilakukan dengan menggunakan teori yang berkaitan yakni, dengan menggambarkan atau mendiskripsikan objek yang di teliti dengan dilihat dari beberapa periode tertentu.




BAB III
LANDASAN TEORI

A.   Proses sandar kapal belum tepat waktu
Kapal MV.JADE setibanya di pelabuhan tidak selalu langsung sandar tetapi terlebih dahulu berlabuh jangkar . Setelah selesai labuh jangkar pihak kapal MV. JADE harus menunggu informasi dari agen dan otoritas pelabuhan mengenai jadwal untuk kapal bisa memasuki pelabuhan, sandar atau terikat di buoy (moored) untuk melaksanakan kegiatan pembongkaran muatan. Hal ini mengakibatkan terlambatnya proses clearance in atau proses ijin masuk pelabuhan agar kapal MV. JADE bisa segera melaksanakan kegiatan pembongkaran muatan curah. Kapal harus menunggu pihak imigrasi, custom/bea cukai dan karantina datang untuk kemudian mengklarifikasi dan menyatakan bahwa kapal dalam kondisi memenuhi syarat dan siap untuk melaksanakan kegiatan pembongkaran muatan feldspar.
Biasanya birokrasi dan proses pelaksanaan hal diatas membutuhkan waktu yang relatif lama terutama karena kapal harus menunggu jadwal untuk sandar di dermaga bongkar. Akibat dari hal tersebut adalah terlambatnya kegiatan pembongkaran di atas kapal MV. JADE.

B.   . Kurangnya Koordinasi Dalam Proses Pembongkaran Muatan Feldspar Curah
Koordinasi sangatlah mendukung kelancaran dalam suatu kegiatan, termasuk dalam proses pembongkaran muatan di suatu kapal curah. Adapun koordinasi yang biasannya dilakukan dalam kapal curah MV. JADE adalah mengadakan pembicaraan-pembicaraan mengenai apa yang akan dilakukan nanti.
Koordinasi antara kapal MV. JADE dengan pihak perusahaan gunanya untuk mengetahui karakteristik muatan yang akan dibongkar. Sedangkan koordinasi antara sesama crew atau orang-orang yang berkepentingan langsung dengan pelaksanaan pembongkaran muatan, contohnya disini kerja sama atau koordinasi antara ABK dengan Mualim Satu sebagai penanggungjawab bongkar muat dan koordinasi antara Mualim Satu dengan Foreman / Mandor kerja di atas kapal.
Peranan koordinasi kerja ini sangat perlu karena pelaksanaan pembongkaran muatan feldspar curah adalah merupakan kerja team (team work), sehingga semua pekerja yang berkepentingan disini haruslah searah, seide, seinspirasi dan kompak. Koordinasi atau kerjasama antara Mualim Satu dengan pihak Surveyor juga sangat penting mengingat sebelum melakukan pembongkaran muatan selalu dilakukan Draft Survey.
Koordinasi yang kurang di atas kapal MV. JADE akan menyebabkan kurangnya ketelitian dan kurang maksimalnya jalannya pelaksanaan pembongkaran muatan, yang akan menimbulkan keterlambatan dan ketidaksinambungan. Hal ini menjadi suatu hal yang merugikan.

C.   Tidak Adanya Ship Crane atau Keran Kapal
Ship crane atau keran kapal adalah alat yang digunakan untuk melaksanakan bongkar muat khususnya memindahkan muatan dari atau ke atas palkah. Ship crane ini sangat penting dan merupakan salah satu alat yang sebenarnya harus ada untuk memperlancar pelaksanaan proses pembongkaran muatan.
Kapal MV. JADE tidak ada fasilitas ship crane atau keran kapal sehingga otomatis proses pembongkaran muatan akan memakan waktu yang lebih lama dan memerlukan biaya yang lebih banyak jika dibandingkan apabila dalam suatu kapal dilengkapi dengan ship crane / keran kapal.

D.   Buka Tutup Palkah Harus Satu Persatu
Untuk membuka tutup palkah di kapal MV. JADE harus dilakukan satu persatu karena bentuk tutup palkahnya berupa hatch cover pontoon / tutup palkah yang terpisah satu dengan yang lain .
Tutup palkah ini harus dibuka dengan mengangkat tutup palkah satu persatu kemudian ditumpuk ke bagian palkah yang lain yang tidak sedang ada kegiatan pembongkaran/ pemuatan dengan menggunakan pontoon crane/ keran palka yang ada di kapal.
Buka tutup palkah yang harus satu persatu itu memakan waktu yang lama dan kurang efektif dan efisien sehingga menjadi salah satu sebab keterlambatan pembongkaran muatan feldspar di kapal MV. JADE

E.   Sarana Pengangkut Yang Kurang Efektif Dan Kendala Kemacetan
Pada saat pembongkaran feldspar curah di kapal MV. JADE seringkali sarana pengangkut biasanya truk dari dan ke dermaga kurang lancar. Hal ini sering terjadi karena keadaan lalu lintas dari pelabuhan pembongkaran menuju ke tempat penampungan ataupun pabrik pengolahan feldspar curah jauh dan sering terjadi kemacetan lalu lintas.
Kendala sarana trasportasi diatas merupakan salah satu faktor penyebab lambatnya proses bongkar muatan felsdpar di kapal MV. JADE







BAB III
PEMBAHASAN



A.   Identifikasi Masalah
Masalah-masalah atau hambatan-hambatan yang terjadi saat pelaksanaan pembongkaran muatan feldspar curah di kapal curah MV. JADE ada 5 (lima) macam. Hal tersebut diakibatkan oleh faktor ekternal dan internal.
Tidak maksimalnya pengawasan dan pengetahuan tentang pembongkaran muatan, adanya kongesti pelabuhan juga kekurangan peralatan penunjang pembongkaran muatan di atas kapal menjadi sebagian faktor mencetus dari timbulnya masalah pada proses lambatnya pembongkaran muatan di atas kapal MV. JADE. Masalah-masalah atau hambatan-hambatan yang berhasil diidentifikasi antara lain sebagai berikut :
1.      Proses Sandar Kapal Belum Tepat Waktu
Untuk menjamin berjalannya proses pembongkaran muatan yang tepat waktu pada kapal MV. JADE maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan berdasarkan dari temuan pada kondisi saat ini. Karena seringnya kapal harus berlabuh dan menunggu jadwal untuk sandar atau terikat di buoy (moored) sehingga clearance in atau ijin masuk dan sebagainya menjadi terlambat yang berakibat pada terlambatnya kegiatan pembongkaran muatan.
Diharapkan kepada pihak keagenan kapal pada pelabuhan pembongkaran muatan agar mempersiapkan segala sesuatunya lebih awal sehingga pada saat kapal tiba di pelabuhan tidak perlu lagi harus berlabuh jangkar dan menunggu dalam waktu yang lama untuk disandarkan dan melaksanakan kegiatan pembongkaran muatan. Persiapan administrasi kapal dan muatan juga harus disiapkan sedini mungkin sebelum kapal tiba di pelabuhan. Hal ini akan sangat baik sekali bagi perusahaan pelayaran mengingat kelancaran kegiatan pembongkaran muatan adalah salah satu bagian yang penting untuk mencapai keuntungan perusahaan yang lebih meningkat lagi.


2.      Kurangnya Koordinasi Dalam Proses Pembongkaran Muatan feldspar curah
Pentingnya koordinasi antara pihak kapal dengan pihak darat ataupun antara sesama pekerja di kapal MV JADE sangat penting dalam menunjang lancarnya proses pembongkaran muatan di atas kapal. Pada saat draft survey diperlukan kerjasama yang baik antara Mualim Satu yang dibantu oleh ABK (Anak Buah Kapal) dengan pihak Surveyor ataupun dengan Foreman (mandor) sehingga kegiatan pembongkaran muatan segera bisa dilaksanakan.
Koordinasi antara Mualim jaga dengan ABK juga sangat penting mengingat pada saat pembongkaran muatan feldspar curah seringkali dilaksanakan buka tutup palkah dan penggeseran tutup palkah ke palkah lain yang tidak sedang dilakukan kegiatan pembongkaran muatan.
Pengaturan air ballast yang diatur oleh Mualim Satu dan dikerjakan oleh ABK dalam hal ini Bosun juga penting diperhatikan sebab jika pengisian atau pemompaan ballast air ballast terlambat dapat mengakibatkan kapal terlalu dongak sehingga akan menimbulkan susahnya tutup palkah dibuka atau dipindahkan sehingga proses pembongkaran muatan menjadi terlambat. Untuk itu diharapkan kerjasama antara Mualim dengan ABK dan dengan pihak darat baik surveyor ataupun foreman (mandor) sangat penting sekali sehingga menunjang lancarnya proses pembongkaran muatan di atas kapal MV. JADE.
3.      Tidak Adanya Ship Crane atau Keran Kapal
Kapal jika dilengkapi dengan ship crane / keran kapal untuk menunjang kegiatan pembongkaran muatan akan baik sekali dan dapat mempercepat proses pembongkaran. Namun hal ini tidak mungkin dilaksanakan mengingat kondisi kapal yang dirancang untuk kapal curah pada kapal MV. JADE tanpa keran kapal.
Dari temuan tersebut agar proses pembongkaran muatan lancar maka adanya shore crane / keran darat sangat diperlukan. Sehingga diharapkan sebelum kapal sandar untuk kemudian melaksanakan kegiatan pembongkaran muatan keran darat sudah siap di dermaga agar dapat langsung melaksanakan kegiatan pembongkaran muatan. Dengan demikian proses pembongkaran muatan tidak lagi terlambat.
4.      Buka Tutup Palka Harus Satu Persatu
Dari temuan kondisi saat ini di atas kapal MV. JADE sulitnya kapal untuk melakukan buka tutup palkah secara bersamaan disebabkan karena pontoon crane / kran tutup palkah hanya satu. Untuk mengatasinya adalah dengan membuka tutup palkah dengan menggunakan crane darat dan tutup palkah dipindahkan atau ditumpuk di dermaga.
Apabila dibantu dengan keran darat diharapkan proses bongkar muat tidak terganggu buka tutup palkah dengan pontoon crane / keran palkah yang seringkali membutuhkan waktu yang lama.
5.      Sarana Pengangkut Yang Kurang Efektif Dan Kendala Kemacetan
Untuk menunjang lancarnya kegiatan pembongkaran muatan feldspar curah di atas kapal MV. JADE diharapkan sarana angkut tidak mengalami kendala dalam mengangkut feldspar curah dari pelabuhan ke tempat penampungan atau pabrik pengolah. Kendala yang dihadapi biasanya adalah kemacetan lalu lintas di dalam pelabuhan itu sendiri ataupun pada saat di jalan raya.
Kendala di atas diharapkan dapat diatasi dengan cara truk-truk pengangkut armadanya dipersiapkan lebih awal dengan memperhatikan kapasitas dan waktu angkut dari dan ke pelabuhan. Perlu diperhatikan pula jumlah truk pengangkut yang harus disiapkan disesuaikan dengan melihat jumlah muatan yang akan di bongkar.
Jika harapan tersebut bisa terwujud maka proses pembongkaran feldspar di kapal MV. JADE  akan berjalan dengan lancar.

B.   Tinjauan teoritis
Setelah identifikasi masalah dan pembahasan masalah diatas, selanjutnya jika kita lihat hasil proses pendekatan masalah pokok melalui metode U.S.G maka pada dasarnya penyebab utama lambatnya proses pembongkaran muatan feldspar di atas kapal MV. JADE adalah poses sandar kapal yang belum tepat waktu. Dengan demikian penulis dapat mengambil masalah prioritas yang memerlukan analisis lebih lanjut untuk memecahkan masalah tersebut adalah :

Proses Sandar Kapal Belum Tepat Waktu

Menurut Capt. R.P. Suyono (2005) dalam bukunya SHIPPING. Pengangkutan Intermodal ekspor Impor Melalui Laut, bahwa proses sandar kapal yang belum tepat waktu sering kali disebabkan oleh adanya Kongesti Pelabuhan (Port Congestion) yaitu keadaan menunggu antrian kapal yang telah selesai melakukan kegiatan di pelabuhan. Kapal dapat menunggu berhari-hari bahkan berminggu-minggu di luar pelabuhan untuk membongkar muatannya.
Port Congestion ini akan timbul jika kapasitas penampungan pelabuhan tidak sebanding dengan jumlah kapal yang hendak masuk pelabuhan untuk melaksanakan kegiatan bongkar/muat barang.
Kongesti Pelabuhan ini menurut Capt R.P Suyono (2005) bisa dihindari dengan merealisasikan saran dari Bimco (The Baltic and Internatiobal Maritim Conference) yang antara lain menyarankan sebagai berikut : Membuat perencanaan yang matang, Manajemen yang baik, Meningkatkan SDM terutama tenaga Buruh, Koordinasi yang terjalin dengan baik, Lalu lintas yang teratur, Kebijakan dalam Operasional, Pemeliharaan peralatan, Prosedur penyelesaian dokumen dan Mengantisipasi pengaruh iklim.
Agar proses pembongkaran muatan di pelabuhan berjalan lancar menurut Capt. Arso Martopo (2001) dalam bukunya Penanganan Muatan menjelaskan bahwa harus diusahakan dalam setiap kegiatan di pelabuhan dapat selesai pada waktu yang tepat agar tidak menimbulkan waiting time, delay kapal, long hatch dan keterlambatan pasang surut air, booking dermaga/pandu, convoy di suez canal.





C.   Analisis pemecahan masalah secara teoritis

Proses Sandar Kapal Belum Tepat Waktu

Setelah mendapatkan masalah prioritas maka akan dicari penyebabnya dan masing-masing penyebab akan dicari pemecahannya. Untuk mencari penyebab penulis menggunakan Fish Bone Diagram.
Kegunaan dari Fish Bone Diagram adalah menggali akar masalah dan menampilkannya dalam hubungan sebab akibat. Sehingga setelah dibuat Fish Bone Diagram maka penulis akan menganalisa penyebab lambatnya proses pembongkaran muatan feldspar curah di kapal MV. JADE
Setelah dibuat Fish Bone Diagram maka kita bisa tahu bahwa sandar kapal belum tepat waktu yang sering kali disebabkan karena kongesti pelabuhan adalah hal yang menjadi penyebab utama dalam lambatnya proses pembongkaran feldspar curah di kapal MV. JADE.
Beberapa hal yang menjadi penyebab sandar kapal yang belum tepat waktu dalam Fish Bone Diagram tersebut sesuai dengan pendapat Capt. R.P. Suyono (2005), yang menyatakan bahwa ada 10 (sepuluh) hal yang menjadi penyebab kongesti pelabuhan tersebut, antara lain : Rencana, Manajemen, Buruh, Koordinasi, Lalulintas, Operasi, Pemeliharaan, Prosedur penyelesaian dokumen, Akibat keadaan , Fungsi dan lokasi pelabuhan.
Untuk menghindari kongesti suatu pelabuhan maka Bimco yaitu perkumpulan yang didirikan oleh sekelompok pemilik kapal menyarankan sebagai berikut :
1. Rencana
a)      Investasi untuk dermaga-dermaga baru harus memperhatikan daerah penyangga, keluar/masuknya ke pelabuhan dan kemampuan operasi seperti banyaknya tenaga terlatih dan terdidik, peralatan bongkar/muat dan ruangan gudang di dalam maupun di luar pelabuhan mampu melayani dermaga-dermaga yang baru di buat tersebut.
b)      Memaksimalkan berfungsinya transportasi di darat
c)      Tepat waktu dalam menyelesaikan proyek-proyek pelabuhan
d)     Manajemen pelabuhan harus tepat dalam merencanakan perkembangan pelabuhan
e)      Meminimalkan ikut campurnya politik dan pejabat dalam pengambilan keputusan di pelabuhan.
2. Manajemen
a)      Tenggang waktu yang cukup untuk memegang jabatan dalam posisi yang menentukan untuk para pengatur pelabuhan
b)      Pemilihan pejabat yang bewenang dalam menejemen pelabuhan harus memperhatikan kemampuannya dalam pekerjaannya.
c)      Otoritas yang cukup sebaiknya diberikan pada direksi dan manajer untuk aksi perbaikan jika ada kesalahan.

3. Buruh
a)      Terjadi hubungan yang baik dengan buruh
b)      Persoalan yang timbul biasanya karena terlalu banyak atau sedikit buruh yang ada sehingga perlu diperhatikan kuantitas buruh agar lebih efisien
c)      Keberhasilan dalam menerapkan pekerjaan sesuai keadaan atau kebiasaan sangat penting
d)     Perlunya pelatihan untuk para buruh terutama dalam menggunakan peralatan canggih.

4. Koordinasi
a)      Koordinasi yang baik sangat diperlukan antara pihak pemerintah dan swasta yang bekerja di lingkungan pelabuhan
b)      Perlunya konsultasi antara pemegang kekuasaan di pelabuhan dan pemakai jasa kepelabuhanan dalam hal operasi dan perkembangan pelabuhan.

5. Lalu lintas
a)      Mengatur lalu lintas agar teratur
b)      Pelayaran-pelayaran jangka pendek yang keluar masuk pelabuhan diperhatikan karena jika jadwal tidak diseragamkan maka akan terjadi penumpukan kapal di pelabuhan
c)      Mengefisienkan pemakaian dermaga
d)     Memperhatikan pembagian yang merata pada muatan di palka-palka, memperhitungkan tingkat kesukaran pada saat pembongkaran
e)      Penerima muatan (consignee) punya dana dan fasilitas yang cukup untuk menerima muatan

6. Operasi
a)      Dibuat kebijakan dalam pengaturan tempat dan fasilitas penampungan agar pemakaian dermaga lebih efisien
b)      Utamakan mengerjakan muatan curah di dermaga untuk muatan general cargo
c)      . Cukupnya kapasitas cadangan untuk mengerjakan keperluan yang berulang-ulang pada suatu pelabuhan
d)     Cukupnya dana bagi peralatan yang modern


7. Pemeliharaan
a)      Adanya kebijakan pencegahan (policy preventive dan running maintenance)
b)      Cukup tenaga ahli untuk memelihara peralatan dan tersedia suku cadang yang cukup
c)      . Adanya standardisasi dari peralatan yang ada

8. Prosedur penyelesaian dokumen
a)      Penyampaian dokumen kepada yang berwenang tepat waktu
b)      Dokumen yang diajukan kapal harus falid sehingga tidak terjadi kekeliruan data
c)      Menginovasi dokumentasi dan cara pemrosesannya agar tidak ketinggalan jaman.

9. Akibat keadaan
a)      Mempersiapkan peralatan yang modern sehingga bisa mengantisipasi segala keadaan cuaca
b)      Mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga bisa mengupayakan antisipasi terhadap pengaruh musim dan cuaca yang bisa berubah buruk

10.  Fungsi dan lokasi pelabuhan
a)      Mengoptimalkan pelabuhan dalam mengelola lahan cadangan
b)      Mengefisiensikan pemakaian dermaga.












BAB IV
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Dari uraian dan pembahasan tentang upaya mengatasi lambatnya pembongkaran feldspar curah di kapal MV. JADE yang ada pada bab – bab sebelumnya, maka dari makalah ini dapat diambil kesimpulan :
1.      Penyebab dari lambatnya proses pembongkaran feldspar curah di kapal MV. JADE disebabkan oleh proses sandar kapal belum tepat waktu, kurangnya koordinasi dalam proses pembongkaran, tidak adanya ship crane atau keran kapal, buka tutup palka harus satu persatu dan sarana pengangkut yang kurang efektif dan kendala kemacetan di pelabuhan.
2.      Masalah pokok dari penyebab lambatnya proses pembongkaran feldspar curah di kapal MV. JADE yang ditentukan melalui metode U.S.G adalah karena proses sandar yang belum tepat waktu.
3.      Proses sandar yang belum tepat waktu bisa disebabkan oleh faktor eksternal dan internal dan bisa diatasi dengan rencana dan manajemen yang tepat, buruh yang berkualitas, koordinasi dan lalu lintas yang lancar, operasi, pemeliharaan dan prosedur penyelesaian dokumen yang baik, mengantisipasi akibat keadaan dan mengoptimalkan fungsi dan lokasi pelabuhan.
B.   Saran
1.     Perlunya peningkatan SDM di pelabuhan terutama yang menangani operasional sehingga akan memperlancar operasi di pelabuhan, prosedur penyelesaian dokumen sebaiknya disesuaikan dengan keadaan sekarang sehingga tidak ketinggalan jaman, melakukan perubahan peraturan dan undang-undang agar barang lebih mudah keluar/masuk pelabuhan.
2.      Agar proses bongkar feldspar di kapal MV. JADE berjalan lancar sebaiknya pihak awak kapal mempersiapkan dokumen kapal dan dokumen muatan sebelum tiba di pelabuhan bongkar, adanya koordinasi yang baik antara sesama awak kapal dan awak kapal dengan pihak pelabuhan akan memperlancar operasi pembongkaran.







LAMPIRAN-LAMPIRAN


A.    DAFTAR PERTANYAAN

1.      Mengapa bukatutup palka harus satu persatu ?
2.      Faktor apa\ saja yang mempengaruhi lambatnya pelaksanaan bongkar muat feldspart curah di kapal MV. JADE ?
3.      Jenis kapal apa yang di gunakan untuk muatan curah ?
4.      Apa saja yang harus di perhatikan saat bongkar muat ?
5.      Apa saja yang harus di perhatikan crew kapal saat bongkar muat ?
6.      Kapan saatnya membuka palka saat memuat v?
7.      Apa yang dimaksud dengan ship crane ?
8.      Mengapa ship crane sangatlah penting ?
9.      Mengapa koordinasi di atas kapal sangatlah penting ?
10.  Sebutkan 10 hal yang menjadi penyebab kongesti pelabuhan ?













DAFTAR PUSTAKA

Abbas Salim ; Manajemen Transportasi, PT. Raja Gravindo Persada, Jakarta, 2004.
Arwinas Dirgahayu ; Petunjuk Penanganan Kapal Dan Barang di Pelabuhan, PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II, Jakarta, 1999.
Dirk Koleangan ; Sistim Peti Kemas (Container System), Jakarta, 2008.
F. D. C Sudjatmiko ; Pokok-Pokok Pelayaran Niaga, Akademika Pressindo, Jakarta, 1995.
Hananto Soewedo ; Diktat Pelayaran Niaga, Jakarta, 1996.
Permasalahan pada pelabuhan : www.google.com
Bongkar muat : www.google.com
Macam2 petikemas : www.containerorg.com
Manajemen operasi dermaga : www.google.com
System manajemen yard : www.c3solution.com
Manajemen operasi lapangan : www.tpk-koja.co.id

Sabtu, 16 Juni 2012

alat alat navigasi di atas kapal

Saat di sekolah dulu kalau dosen sedang mengajar dan menerangakan sampai sang dosen berbusa mulutnya. tapi si murid tak memperhatikan apa yg di jelaskan di depan, kita harus bersyukur juga loh sama dosen dosen yg killer dan streng jadi tak bodo bodo amat sama hasil lulusannya sedikit banyak ilmu sang dosen menyerap di kepalanya. sbg pelaut adalah sang navigator di atas kapal, ilmu melayari kapal harus di pahami. apa si ilmu pelayaran  seingat kita, adalag ilmu yg mengajari kita cara membawah sebuah kapal dari satu tempat ke tempat lain dengan aman. praktis dan ekonomis.
 jadi Navigasi adalah penentuan posisi dan arah perjalanan baik di medan sebenarnya atau di peta, dan oleh sebab itulah pengetahuan tentang kompas dan peta, radar, arpa, GMDSS, live saving equipment, dan buku buku publikasi serta teknik penggunaannya haruslah dimiliki dan dipahami.
Sebelum kompas ditemukan, navigasi dilakukan dengan melihat posisi benda-benda langit seperti matahari dan bintang-bintang dilangit, yang tentunya bermasalah kalau langit sedang mendung. kapal kapal sekarang sudah canggig canggih baik dari system elektronik yg terus bermunculan sehingga mempermudahkan kita dalam menentukan posisi kapal. tapi alat alat tradisional yg di ajarkan Bpk. ML Palumian jgn di lupakan karena suatu saat pasti kita harus mempergunakannya. banyak buku buku yg terbit oleh Captain captain senior kita yg mengajarkan cara melayari kapal dgn baik.  salah satunya adalah perangakat navigasi, semua pelaut harus mengenal dan dapat menggunakannya semaksimal mungkil agar tercapai keselamatan dalam rute pelayarannya,  apalagi adik adik kita yg masi taruna mereka wajib hukumnya. salah satu alat alat tersebut sebagai berikut:
1.Peta merupakan perlengkapan utama dalam pelayaran penggambaran dua dimensi (pada bidang datar) keseluruhan atau sebagian dari permukaan bumi yang diproyeksikan dengan perbandingan/skala tertentu

atau dengan kata lain representasi dua dimensi dari suatu ruang tiga dimensi. Ilmu yang mempelajari pembuatan peta disebut kartografi.
Proyeksi peta menurut jenis bidang proyeksi dibedakan :
Proyeksi bidang datar / Azimuthal / Zenithal
Proyeksi Kerucut
Proyeksi Silinder 
Proyeksi peta menurut kedudukan bidang proyeksi dibedakan :
Proyeksi normal
Proyeksi miring
Proyeksi transversal 
Proyeksi peta menurut jenis unsur yang bebas distorsi dibedakan:
Proyeksi conform, merupakan jenis proyeksi yang mempertahankan besarnya sudut
Proyeksi equidistant, merupakan jenis proyeksi yang mempertahankan besarnya panjang jarak
Proyeksi equivalent, merupakan jenis proyeksi yang mempertahankan besarnya luas suatu daerah pada bidang lengkung

2. Kompas adalah alat penunjuk arah yang selalu menunjuk kearah Utara, dengan melihat arah Utara-Selatan pada Kompas dan dengan membandingkannya dengan arah Utara Peta kita sudah dapat mengorientasikan posisi pada petaKompas adalah alat navigasi untuk mencari arah berupa sebuah panah penunjuk magnetis yang bebas menyelaraskan dirinya dengan medan magnet bumi secara akurat. Kompas memberikan rujukan arah tertentu, sehingga sangat membantu dalam bidang navigasi. Arah mata angin yang ditunjuknya adalah utara, selatan, timur, dan barat. Apabila digunakan bersama-sama dengan jam dan sekstan, maka kompas akan lebih akurat dalam menunjukkan arah. Alat ini membantu perkembangan perdagangan maritim dengan membuat perjalanan jauh lebih aman dan efisien dibandingkan saat manusia masih berpedoman pada kedudukan bintang untuk menentukan arah.

Alat apa pun yang memiliki batang atau jarum magnetis yang bebas bergerak menunjuk arah utara magnetis dari magnetosfer sebuah planet sudah bisa dianggap sebagai kompas. Kompas jam adalah kompas yang dilengkapi dengan jam matahari. Kompas variasi adalah alat khusus berstruktur rapuh yang digunakan dengan cara mengamati variasi pergerakan jarum. Girokompas digunakan untuk menentukan utara sejati.
Lokasi magnet di Kutub Utara selalu bergeser dari masa ke masa. Penelitian terakhir yang dilakukan oleh The Geological Survey of Canada melaporkan bahwa posisi magnet ini bergerak kira-kira 40 km per tahun ke arah barat laut.
Berikut ini adalah arah mata angin yang dapat ditentukan kompas.

Utara (disingkat U atau N)
Barat (disingkat B atau W)
Timur (disingkat T atau E)
Selatan (disingkat S)
Barat laut (antara barat dan utara, disingkat NW)
Timur laut (antara timur dan utara, disingkat NE)
Barat daya (antara barat dan selatan, disingkat SW)
Tenggara (antara timur dan selatan, disingkat SE)


3. GPS Salah satu perlengkapan modern untuk navigasi adalah Global Positioning Satelite/GPS adalah perangkat yang dapat mengetahui posisi koordinat bumi secara tepat yang dapat secara langsung menerima sinyal dari satelit. Perangkat GPS modern menggunakan peta sehingga merupakan perangkat modern dalam navigasi di darat, kapal di laut, sungai dan danau serta pesawat udara
Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang berfungsi dengan baik. Sistem ini menggunakan 24 satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke Bumi. Sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan, dan digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan, arah, dan waktu. Sistem yang serupa dengan GPS anatara lain GLONASS Rusia, Galileo Uni Eropa, IRNSS India.

Sistem ini dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, dengan nama lengkapnya adalah NAVSTAR GPS (kesalahan umum adalah bahwa NAVSTAR adalah sebuah singkatan, ini adalah salah, NAVSTAR adalah nama yang diberikan oleh John Walsh, seorang penentu kebijakan penting dalam program GPS).[1] Kumpulan satelit ini diurus oleh 50th Space Wing Angkatan Udara Amerika Serikat. Biaya perawatan sistem ini sekitar US$750 juta per tahun,[2] termasuk penggantian satelit lama, serta riset dan pengembangan.

4. Radar  sangat bermanfaat dalam navigasiKapal laut dan kapal terbang modern sekarang dilengkapi dengan radar untuk mendeteksi kapal/pesawat lain, cuaca/ awan yang dihadapi di depan sehingga bisa menghindar dari bahaya yang ada di depan pesawat/kapal.Radar (dalam bahasa Inggris merupakan singkatan dari radio detection and ranging, yang berarti deteksi dan penjarakan radio) adalah sistem yang digunakan untuk mendeteksi, mengukur jarak dan membuat map benda-benda seperti pesawat dan hujan. Istilah radar pertama kali digunakan pada tahun 1941, menggantikan istilah dari singkatan Inggris RDF (Radio Directon Finding). Gelombang radio kuat dikirim dan sebuah penerima mendengar gema yang kembali. Dengan menganalisa sinyal yang dipantulkan, pemantul gema dapat ditentukan lokasinya dan kadang-kadang ditentukan jenisnya. Walaupun sinyal yang diterima kecil, tapi radio sinyal dapat dengan mudah dideteksi dan diperkuat.

Gelombang radio radar dapat diproduksi dengan kekuatan yang diinginkan, dan mendeteksi gelombang yang lemah, dan kemudian diamplifikasi( diperkuat ) beberapa kali. Oleh karena itu radar digunakan untuk mendeteksi objek jarak jauh yang tidak dapat dideteksi oleh suara atau cahaya. Penggunaan radar sangat luas, alat ini bisa digunakan di bidang meteorologi, pengaturan lalu lintas udara, deteksi kecepatan oleh polisi, dan terutama oleh militer.


A maritime radar with Automatic Radar Plotting Aid (ARPA) capability can create tracks using radar contacts. The system can calculate the tracked object's course, speed and closest point of approach (CPA), thereby knowing if there is a danger of collision with the other ship or landmass.
A typical ARPA gives a presentation of the current situation and uses computer technology to predict future situations. An ARPA assesses the risk of collision, and enables operator to see proposed maneuvers by own ship.While many different models of ARPAs are available on the market, the following functions are usually provided:
a. True or relative motion radar presentation.
b. Automatic acquisition of targets plus manual acquisition. Digital read-out of acquired targets which provides course, speed, range, bearing, closest point of approach (CPA, and time to CPA (TCPA).
c. The ability to display collision assessment information directly on the PPI, using vectors (true or relative) or a graphical Predicted Area of Danger (PAD) display.
d. The ability to perform trial maneuvers, including course changes, speed changes, and combined course/speed changes. Automatic ground stabilization for navigation purposes.
e. ARPA processes radar information much more rapidly than conventional radar but is still subject to the same limitations.
f. ARPA data is only as accurate as the data that comes from inputs such as the gyro and speed log.

5. Telegraf merupakan sebuah mesin untuk mengirim dan menerima pesan pada jarak jauh.mengunahkan Kode Morse dengan frekwensi gelobang radio, kode morse adalah metode dalam pengiriman informasi, dengan menggunakan standard data pengiriman nada atau suara,cahaya dengan membedakan ketukan dash dan dot dari pesan kalimat, kata,huruf, angka dan tanda baca. Kode morse dapat dikirimkan melalui peluit,bendera, cahaya, dan ketukan morse. 
6. Sonar (Singkatan dari bahasa Inggris: sound navigation and ranging),merupakan istilah Amerika yang pertama kali digunakan semasa Perang Dunia, yang berarti penjarakan dan navigasi suara, adalah sebuah teknik yang menggunakan penjalaran suara dalam air untuk navigasi atau mendeteksi kendaraan air lainnya. Sementara itu, Inggris punya sebutan lain untuk sonar, yakni ASDIC (Anti-Submarine Detection Investigation Committee. Sonar merupakan sistem yang menggunakan gelombang suara bawah air yang dipancarkan dan dipantulkan untuk mendeteksi dan menetapkan lokasi obyek di bawah laut atau untuk mengukur jarak bawah laut. Sejauh ini sonar telah luas digunakan untuk mendeteksi kapal selam dan ranjau, mendeteksi kedalaman, penangkapan ikan komersial, keselamatan penyelaman, dan komunikasi di laut.
Cara kerja perlengkapan sonar adalah dengan mengirim gelombang suara bawah permukaan dan kemudian menunggu untuk gelombang pantulan (echo). Data suara dipancar ulang ke operator melalui pengeras suara atau ditayangkan pada monitor.


7. EPIRB cara kerja melalui Cospas-Sarsat merupakan sistem search and Rescue (SAR) berbasis satelit internasional yang pertama kali digagas oleh empat negara yaitu Perancis, Kanada, Amerika Serikat dan Rusia (dahulu Uni Soviet) pada tahun 1979. Misi program Cospas-Sarsat adalah untuk memberikan bantuan pelaksanaan SAR dengan menyediakan distress alert dan data lokasi secara akurat, terukur serta dapat dipercaya kepada seluruh komonitas internasional. Tujuannya agar dikuranginya sebanyak mungkin keterlambatan dalam melokasi suatu distress alert sehingga operasi akan berdampak besar dalam peningkangkatan probabilitas keselamatan korban. Keempat negara tersebut mengemabangkan suatu sistem satelit yang mampu mendeteksi beacon pada frekuensi 121,5/243 MHz dan 406 MHz. Emergency Position-Indicating Radio Beacon (EPIRB)adalah beacon 406 Mhz untuk pelayaran merupakan elemen dari Global Maritime Distress Safety System (GMDSS) yang didesain beroperasi dengan sistem the Cospas-Sarsat. EPIRB sekerang menjadi persyaratan dalam konvensi internasioal bagi kapal Safety of Life at Sea (SOLAS). Mulai 1 Februari 2009, sistem Cospas-Sarsat hanya akan memproses beacon pada frekuensi 406 MHz. Cospas merupakan akronim dari Cosmicheskaya Sistyema Poiska Avariynich Sudov sedangkan Sarsat merupakan akronim dari Search And Rescue Satellite-Aided Tracking

Prinsip Kerja
Ketika beacon aktif, sinyal akan diterima oleh satelit selanjutnya diteruskan ke Local User Terminal (LUT) untuk diproses seperti penentuan posisi, encoded data dan lain-lainnya. Selanjutnya data ini diteruskan ke Mission Control Cetre (MCC) di manage. Bila posisi tersebut diluar wilayahnya akan dikirim ke MCC yang bersangkutan, bila di dalam wilayahnya makan akan diteruskan ke instansi yang bertanggung jawab.

8. Navtex is an international, automated system for instantly distributing maritime navigational warnings, weather forecasts and warnings, search and rescue notices and similar information to ships. A small, low-cost and self-contained "smart" printing radio receiver installed on the bridge, or the place from where the ship is navigated, and checks each incoming message to see if it has been received during an earlier transmission, or if it is of a category of no interest to the ship's master. The frequency of transmission of these messages is 518 kHz in English, while 490 kHz is used to broadcast in local language.

The messages are coded with a header code identified by the using alphabets to represent broadcasting stations, type of messages, and followed by two figures indicating the serial number of the message.

9. Search and Rescue Transponder (SART) devices which are used to locate survival craft or distressed vessels by creating a series of dots on a rescuing ship's 3 cm radar display. The detection range between these devices and ships, dependent upon the height of the ship's radar mast and the height of the SART, is normally about 15 km (8 nautical miles). Note that a marine radar may not detect a SART even within this distance, if the radar settings are not optimized for SART detection.

Once detected by radar, the SART will produce a visual and aural indication.

10. Radio GMDSS Digital Selective Calling (DSC) on MF, HF and VHF maritime radios as part of the GMDSS system. DSC is primarily intended to initiate ship-to-ship, ship-to-shore and shore-to-ship radiotelephone and MF/HF radiotelex calls. DSC calls can also be made to individual stations, groups of stations, or "all stations" in one's reach. Each DSC-equipped ship, shore station and group is assigned a unique 9-digit Maritime Mobile Service Identity.

DSC distress alerts, which consist of a preformatted distress message, are used to initiate emergency communications with ships and rescue coordination centers. DSC was intended to eliminate the need for persons on a ship's bridge or on shore to continuously guard radio receivers on voice radio channels, including VHF channel 16 (156.8 MHz) and 2182 kHz now used for distress, safety and calling. A listening watch aboard GMDSS-equipped ships on 2182 kHz

11. Sextans is a minor equatorial constellation which was introduced in the 17th century by Johannes Hevelius. Its name is Latin for the astronomical sextant, an instrument that Hevelius made frequent use of in his observations dalam dunia pelayaran di gunakan untuk menentukan posisi kapal dengan menghitung ketingaian benda angkasa dan azimutnya.
12. LORAN (LOng RAnge Navigation[1]) is a terrestrial radio navigation system using low frequency radio transmitters that uses multiple transmitters (multilateration) to determine location and/or speed of the receiver. The current version of LORAN in common use is LORAN-C, which operates in the low frequency portion of the EM spectrum from 90 to 110 kHz. , mainly to serve as a backup to GPS and other GNSS systemsThe navigational method provided by LORAN is based on the principle of the time difference between the receipt of signals from a pair of radio transmitters.[3] A given constant time difference between the signals from the two stations can be represented by a hyperbolic line of position (LOP). If the positions of the two synchronized stations are known, then the position of the receiver can be determined as being somewhere on a particular hyperbolic curve where the time difference between the received signals is constant. In ideal conditions, this is proportionally equivalent to the difference of the distances from the receiver to each of the two stations.

By itself, with only two stations, the 2-dimensional position of the receiver cannot be fixed. A second application of the same principle must be used, based on the time difference of a different pair of stations. In practice, one of the stations in the second pair may also be—and frequently is—in the first pair. By determining the intersection of the two hyperbolic curves identified by the application of this method, a geographic fix can be determined.

13. Nautical publications is a technical term used in maritime circles describing a set of publications, generally published by national governments, for use in safe navigation of ships, boats, and similar vessels.

semua buku buku navigasi yg berhubungan dengan daerah yg akan di layari harus ada di atas kapal sebagai panduan bagi para navigator. agar terciptanya pelayaran yg aman/safe navigation

14. Marine VHF radio is installed on all large ships and most motorized small craft. It is used for a wide variety of purposes, including summoning rescue services and communicating with harbours, locks, bridges and marinas, and operates in the VHF frequency range, between 156 to 174 MHz. Although it is widely used for collision avoidance, its use for this purpose is contentious and is strongly discouraged by some countries, A marine VHF set is a combined transmitter and receiver and only operates on standard, international frequencies known as channels. Channel 16 (156.8 MHz) is the international calling and distress
Marine VHF mostly uses "simplex" transmission, where communication can only take place in one direction at a time. A transmit button on the set or microphone determines whether it is operating as a transmitter or a receiver. The majority of channels, however, are set aside for "duplex" transmissions channels where communication can take place in both directions simultaneously [3]. Each duplex channel has two frequency assignments. This is mainly because, in the days before mobile phones and satcomms became widespread, the duplex channels could be used to place calls on the public telephone system for a fee via a marine operator. This facility is still available in some areas, though its use has largely died out. In US waters, Marine VHF radios can also receive weather radio broadcasts, where they are available, on receive-only channels wx1, wx2, etc.

13.Inmarsat-C is a two-way, packet data service operated by the telecommunications company Inmarsat. The service is approved for use under the Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS), meets the requirements for Ship Security Alert Systems (SSAS) defined by the International Marine Organization (IMO) and is the most widely used service in fishing Vessel Monitoring Systems (VMS).

The service offers data transfer; e-mail; SMS, crew calling; telex; remote monitoring; tracking (position reporting); chart and weather updates; maritime safety information (MSI); maritime security; GMDSS; and SafetyNET and FleetNET services.
The service is operated via an Inmarsat-C Transceiver or a lower-power mini-C Transceiver. Both offering and approved for the same service.The service is available for maritime, land mobile and aeronautical use.


14. The Automatic Identification System (AIS) is a short range coastal tracking system used on ships and by Vessel Traffic Services (VTS) for identifying and locating vessels by electronically exchanging data with other nearby ships and VTS stations. Information such as unique identification, position, course, and speed can be displayed on a screen or an ECDIS. AIS is intended to assist the vessel's watchstanding officers and allow maritime authorities to track and monitor vessel movements, and integrates a standardized VHF transceiver system such as a LORAN-C or Global Positioning System receiver, with other electronic navigation sensors, such as a gyrocompass or rate of turn indicator.

The International Maritime Organization's (IMO) International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS) requires AIS to be fitted aboard international voyaging ships with gross tonnage (GT) of 300 or more tons, and all passenger ships regardless of size. It is estimated that more than 40,000 ships currently carry AIS class A equipment.[citation needed]
Ships outside AIS radio range can be tracked with the Long Range Identification and Tracking system with less frequent transmission

15. Binoarculs, field glasses or binocular telescopes are a pair of identical or mirror-symmetrical telescopes mounted side-by-side and aligned to point accurately in the same direction, allowing the viewer to use both eyes with binocular vision when viewing distant objects. Most are sized to be held using both hands, although there are much larger types. Small, low-power binoculars for use at performance events are known as opera glasses (see below). Many different abbreviations are used for binoculars, including glasses and bins

Unlike a monocular telescope, binoculars give users a three-dimensional image: the two views, presented from slightly different viewpoints to each of the viewer's eyes, produce a merged view with depth perception. There is no need to close or obstruct one eye to avoid confusion, as is usual with monocular telescopes. The use of both eyes also significantly increases the perceived visual acuity, even at distances where depth perception is not apparent (such as when looking at astronomical objects).

16. Echo sounder is the technique of using sound pulses directed from the surface or from a submarine vertically down to measure the distance to the bottom by means of sound waves. Echo sounding can also refer to hydroacoustic "echo sounders" defined as active sound in water (sonar) ,Distance is measured by multiplying half the time from the signal's outgoing pulse to its return by the speed of sound in the water, which is approximately 1.5 kilometres per second. Echo sounding is effectively a special purpose application of sonar used to locate the bottom.As well as an aid to navigation (most larger vessels will have at least a simple depth sounder), echo sounding is commonly used for fishing. Variations in elevation often represent places where fish congregate. Schools of fish will also register. Most charted ocean depths use an average or standard sound speed. Where greater accuracy is required average and even seasonal standards may be applied to ocean regions. For high accuracy depths, usually restricted to special purpose or scientific surveys, a sensor may be lowered to observe the factors (temperature, pressure and salinity) used to calculate sound speed and thus determine the actual sound speed in the local water column

Dari rangkuman di atas seperti telegraf saat ini sudah tidak di gunakan lagi. dan mengenai inmarsat masi ada inmarsat A dan M yg biasa di gunakan. biasanya di kapal mengunakan 2 system inmarsat A dan C karena biaya dan cost serta system lebih mudah. dalam pengiriman fax, email dan call. perangkat navigasi yg traditional pun masi banyak yg belum termasuk, seperti topdal  merka, dan ssebagainya.ini hanya sebagian semoga bermanfaat buat calon pelaut atau pelautnya sendiri yg ingin mengingat lagi alat alat navigasi di atas kapal.